Sep 8, 2008

Anugerah Dari Sang Penggenggam Hati (Sapa tucH???)

Anugerah Dari Sang Penggenggam Hati

Annisa Ria Astari, tapi Nisa atau icha menjadi panggilan akrabku di sekolah. Aku melihat namaku dan Andre dalam satu urutan pembagian kelas yang sama. Mata cowok berkulit putih itu senantiasa membidik ke arahku.
“Wih… ternyata ngeliat dia lebih dekat, dia terlihat cute banget!!!”gumamku dalam hati. Sepintas dia mirip salah salah satu personel Westlife, Shane.
Aku yang tahu hal itu pura-pura “berlagak“ tak menghiraukannya. Meski di hati kecil ini bidikan mata cowok itu lah yang selama ini kunanti-nantikan. Mengapa...? Ya, diam-diam aku “naksir” dengan cowok cool itu setahun yung lalu, di saat ku berbeda kelas dengannya. Tapi kali ini tidak, cowok berkulit putih itu akan kulihat sepuas-puasnya. Karena, aku akan sekelas dengannya di bangku 3 SMP. Aku yang tahu keberuntungan menghampiriku ini, langsung gemetar dan meleleh. Tak lama kemudian, dia tersenyum ke aku, matanya beberapa detik melirik penuh arti. Dadaku langsung berdebar kencang.
“Sialan nih, bikin aku grogi!” ketusku dalam hati.
Seketika itu juga kumembalas dengan senyum mengembang. Cowok yang katanya jenius itu, tidak hanya kutaksir, tapi akan kuhadapi sebagai sainganku di kelas.
Di kelas yang berbeda, kami lah Sang Bintang yang senantiasa memancarkan sinar terang di kelas dan di sekolah. Nah… apa yang akan terjadi ya…, kalau dua Sang Bintang bertemu? Siapa yang akan semakain bersinar, Andre atau aku? Tapi seorang Icha tak pernah gentar, walau aku dilahirkan sebagai kaum hawa.
Memang… kami berdua biasa dijuluki pasangan lawan (cerdas) yang serasi dan akur. Keseharian di kelas dapat mencerminkan tingkah laku Andre walau hanya selama seminggu bercengkerama dengannya. Aku yang telah akrab dengannya, dapat mengetahui isi hati kecilnya, meski ditutupi oleh parasnya yang kebarat-baratan dan kecerdasannya yang tinggi. Semua orang sungguh kagum mendengar prestasi dan kecakapannya dalam menjuarai berbagai lomba, bahkan tak ragu tampil di mata publik.
Aku yang termasuk tipe gadis tak mudah fall in love pada setiap laki-laki, sempat terlena dan terbuai olehnya. Suatu ketika teman akrab Andre mendekatiku.
“Hai, Nisa!” sapanya ramah sambil menarik kursi di sebelahku.
“Hai Farhan… ada perlu apa nih? Tumben banget kamu seramah ini…” tuturku menggodanya.
“Ada pesan dari seseorang untukmu. Andre selama ini suka kamu. Dia nitip salam buatmu!” cerita Farhan padaku.
“Benar nih…? Ga’ bo’ong kan?” tanyaku tak percaya.
“Masa’ sih aku bo’ong. Liat aja nanti…” gerutu Farhan padaku, ia gemes melihatku berlagak tak percaya.
“Oke deh fren… thank’z atas infonya!” tukasku sambil melempar senyum manis untuknya. Detik itu juga hatiku terselimuti rasa senang dan besar kepala, seolah-olah tubuh ini serasa melayang-layang seperti layangan cantik yang menari dengan tenangnya di udara. Hingga tatkala Farhan berlakon sebagai “macomblang” antara aku dan Andre. Desakan mereka itu, berhasil menohok bibirku berkata “YES”, yang berarti aku telah menerima cowok pemilik bibir tipis dan merah itu sebagai TAMBATAN HATIKU..
* * *
Beberapa menit dari peristiwa itu, hatiku terasa aneh dan berbalik. Bahkan setibanya aku di rumah, entah mengapa ku merasa bimbang dan penyesalan pun merasuki benakku.
“Ah…, apa benar aku suka Andre? Aduh kenapa aku menerima dia tadi yah? Apa aku nggak salah ucap kata “YES” itu?” hampir 1001 tanya memenuhi kapasitas pemikiranku. Hatiku pun menjadi resah, tak tahu bagaimana maksud hati sebenarnya. Aku tertipu oleh perasaan hatiku sendiri.
“Aku begitu simpati berat padanya, bukan untuk memiliki raganya, “gumamku pada diri sendiri.
Diri ini serasa galau dan ingin berontak, tak sabar menunggu hari esok untuk menarik kembali sebuah kalimat singkat yang mungkin masih terngiang di pendengaran Andre dan Si Macomblang kami itu.
“Aku akan bilang ke Andre besok, kalau aku hanya main-main dan tak serius. Tapi…, nanti aku dibilang playgirl lagi!” pikirku penuh cemas.
Kuberharap cowok cerdas itu mau mengerti. Tiga huruf dalam Bahasa Inggris itu akan kuralat. Padahal aku, Andre dan Farhan tahu persis kalau diriku memang tadinya menerima “tembakan” Si Cowok cuek itu pada momen tersebut, tapi tidak perasaanku yang sekarang dan detik ini. Ternyata perasaan suka dan sayangku yang begitu… besar padanya hilang sekejap, seakan menguap ENTAH KEMANA PERGINYA?
* * *
Esok harinya di kelas, dengan langkah takut bercampur malu kumendekatinya.
“Dre… aku minta maaf, A – aku hanya ingin jadi sahabat karibmu kok, gak pengen ngerusak persahabatan di antara kita!” jelasku terbata-bata dan perasaan mencekam.
Semburat wajahnya pun berubah mendung. Ia tak menjawab permohonan maafku, namun hanya mengangguk pelan mengisyaratkan bahwa ia mengerti. Tapi… aku merasa berdosa tatkala ia tak mau berbicara padaku di kelas, berselang selama tiga hari itu.
“Ia marah, aduh… mata dan wajahnya memerah dan tercermin gurat wajah sedihnya, gimana dong?” batinku cemas.
Mulai detik itu aku takut ditatap oleh sorot matanya yang dirundung benci dan luka, bukan... namun amat terluka. Aku pun berusaha tak menoleh ke posisi di mana ia berada. Namun di hari ke empat dari kejadian mencekam tersebut, kami mulai berbincang-bincang kembali, tapi hanya seperlu kami saja.
Hatiku sebal dan gelisah tatkala munculnya kabar “isapan jempol” dari teman-teman sekolahku. Apalagi pemilik mulutnya didominasi oleh kaum hawa. Mereka jadi penasaran karena aku menolak tembakan cowok yang menjadi rebutan para gadis di sekolah. Berulang-ulang kali mereka melontarkan seputar pernyataan yang itu-itu saja. Aku pun bosan dan letih untuk mengomentarinya.
“Nisa napa sih, gak mau jadian ama Andre? Dia kan udah sama-sama pintar kayak kamu, kulitnya putih, mana ganteng banget lagi! Masa depanmu pasti udah terjamin nantinya” ketus cewek yang lewat di hadapanku seolah mempromosikan cowok yang mungkin sedang patah hati itu.
“Cha, kenapa pake acara jual mahal ama Andre sih? Dia kan cowok yang lebih perfect dari cowok-cowok yang ada di sekolah ini. Udah cakep, cerdas lagi! Coba… aku yang ditembaknya, dengan senang hati ku tak sungkan memeluk dan menyambut uluran tangannya yang mulus itu” celoteh salah seorang cewek lagi, gemas.
Ya, kalau sudah “kayak gini” masalahnya, aku to the point ceramahin mereka semua.
“Fren… cinta itu nggak bisa kita paksain. Enggak tau kapan kehadiran dan kepergiannya. Aku juga bukan nyari cowok yang sempurna hanya dari segi fisik dan unjuk giginya saja. Namun, kesempurnaan itu muncul bila aku benar-benar “sreg” sama someone itu. Kalo nggak… ya…, tau sendiri khan?” sergahku pada mereka, sejenak kemudian ku menarik napas panjang.
Hatiku pun serasa lega. Lalu mereka hanya bisa terdiam “melongo” perlahan menjauh dan tertunduk malu. Di satu sisi ada yang merasa heran mengapa aku menjauhi Andre, namun di sisi lain banyak yang mengerti dan mendukung sikapku dalam mengambil keputusan ini.
Di hati ini rasa salutku, kini berubah menjadi benci. Cowok yang memiliki tatapan redup ini terlalu angkuh dan egois dalam bersikap. Kami teman-temannya, diperlakukan rendah dalam segala kecakapan yang dimilikinya.
Sahabat karibku terlihat menghampiriku, yang sedang duduk di dalam kelas.
“Cha, cowok baby face itu, ternyata setia banget loh sama kamu! Ceritanya sama kita-kita, dia tidak akan menghapus namamu dari dasar hatinya, hingga kamu bisa luluh suatu saat nanti. Ce…ileh segitunya dia yah!” celoteh Vita, menggodaku.
“Ah, masa’ sih? Aku jadi takut nih, dia sekarang udah kayak the love hunter dan aku wanted-nya. Tapi aku mau liat sampe kapan seeh perasaannya tetap keukeuh padaku!” tanggapku penasaran.
“Tapi… kamu ‘gak kasihan sama dia? Dia sudah banyak ngasih perhatian ke kamu. Coba deh kamu pikir-pikir! Kurang apa coba… dia?” pinta sahabat karibku sedikit mendesak.
“Yupz seperti biasa Vit, aku dah tegasin dari dulu sama dia dan anak-anak laennya, aku nggak punya perasaan apa-apa yang melebihi kedekatanku sebagai sahabatnya” timpalku membuatnya tersenyum dan langsung angkat bicara lagi.
“Iya dech… aku ngerti banget. Terbukti deh perempuan make perasaan yang lebih dominan dibanding lawan jenis, alias laki-laki yang umumnya pake logika” pikirnya dengan gaya seperti seorang guru psikologi di hadapanku.
Satu hal yang membuatku heboh, Andre yang dianggap sangat cerdas dan pandai bercakap di depan publik, akhirnya mampu kukalahkan! Pada semester 1 dan 2 berturut-turut di kelas 3 SMP, aku mencetak peringkat 1 diteruskan peringkat cowok egois itu di bawahku. Ternyata ada kelemahannya sedikit pada pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris. Tentu saja ini membuatnya tak memandangku sebelah mata lagi. Aku yang tak percaya akan kebolehanku langsung sujud syukur kepada Sang Pengasih. Padahal, dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, cowok yang berhidung sedang itu tak pernah mau mengalah. Bahkan, selalu mengejar nilai-nilai tertinggi dan meraup pujian-pujian dari guru dan wali kelas. Hingga suatu hari, aku merasa “jengkel” sekali dengannya. Ia sering ngotot berdebat dan menjatuhkanku dalam berargumen ketika mempresentasikan pelajaran. Untung saja teman-teman di kelas yang juga benci padanya, lebih mendukung dan akrab denganku. Aku pun tak kalah kekurangan dukungan dari Bapak dan Ibu Guru yang menyenangiku di sekolah.
Mungkinkah ia berpikir, “Kalau aku kalah dalam meluluhkan hatimu Icha, jangan sampai aku kalah bersaing denganmu di SMU nanti”? Karena kutahu niat kami berdua untuk melanjutkan ke SMU yang sama, di Kota Palu.
* * *
Setahun pun berlalu, namun bagiku tak ada yang berubah dari sebelumnya. Cowok “nyebelin” itu amat sangat berharap padaku. Aku ingin menghindarinya, namun apa daya. Cowok “sok tahu” ini sering banget menyinggung perasaanku sehingga, aku sangat muak untuk menjumpai kehadirannya. Untuk kedua kalinya aku merasa resah sekaligus “bete” satu sekolah dengannya.
“Icha… untung aja, Tuhan masih sayang sama kamu. Kamu masih bisa tersenyum. Cowok angkuh itu ‘gak sekelas sama kamu di kelas 1 lalu dan kelas 2 sekarang” ucapku pada diri sendiri. Namun, Aku harus menahan rasa benciku padanya, tatkala aku tak sengaja berpapasan dengannya di jalan.
Bagiku ada sebuah misteri yang tak dapat kupecahkan. Andre yang kutahu kalau jadi school idol bagi para gadis, namun di mata hatiku ia tidak lain cowok pengganggu dan meresahkan hatiku ini. Bila dekat dengan cowok berkulit putih dan mulus itu, hati menjadi tak tenang, dan merasa sangat membencinya.
“Meski ia telah memberiku sejuta care dan sesedikit rayuan gombalnya. Ku tak pungkiri…, dulu aku begitu memujanya, tapi tidak untuk detik ini. Please aku capek dan bosan ngebahas ini terus”. Itulah jawaban yang biasa kujelaskan panjang lebar pada teman-temanku.
Tapi, kalimat itu tak pernah kuucap secara live di hadapan Andre. Karena, aku takut dan tak tega mengucapkannya di depan dirinya. Meskipun begitu, aku yakin ia telah tahu dari teman-teman yang sering menanyakan tentangnya padaku.
Ketika momen orientasi siswa di sekolah menengahku, aku tak banyak dikenal oleh kakak senior dan belum punya banyak keberanian bila bertanya atau berargumen di depan publik. Hal yang serupa pun terjadi ketika Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS) yang kuikuti. Itulah yang memunculkan keinginanku berpartisipasi dalam OSIS dan ekskul Teater. Berbeda denganku, Andre yang pandai berceloteh di depan umum, cukup beruntung dalam “menggaet” perhatian (simpati) para senior, terutama cewek-ceweknya. Akhirnya cowok bertubuh sedang itu terpilih menjadi Wakil Ketua OSIS II di sekolahku. Sedang aku bersyukur mendapat jabatan dalam seksi Bidang (SekBid) VIII mengenai Apresiasi dan Kreasi Seni.
Mulai detik itu, kami berdua disibukkan dengan berbagai program kerja OSIS. Sedikit demi sedikit, Andre mengurangi keagresifannya padaku. Kebencianku padanya pun semakin hari semakin terkikis di hati ini. Kami pun menjadi dekat kembali hanya demi menciptakan kerja sama yang solid dalam organisasi sekolah tersebut.
Andre yang sudah cukup akrab dengan Ketua OSIS kita di sekolah, mulai menjadi tempat “curhat” bagi Sang Senior itu. Hingga suatu hari Evan Sang Pemimpin organisasi sekolah itu, memberanikan diri untuk curhat kepada bawahannya.
“Dre… teman cewek kamu yang sering berbicara denganmu di kelas, siapa sih namanya?”
“Yang mana, bagaimana ciri-cirinya kak?” balas Andre penasaran.
“Itu tuh yang rambutnya sering tergerai panjang sepinggang, dia kayaknya manis banget,” lanjut Evan.
Andre yang tahu kalau cewek yang memiliki rambut hitam berkilau, lembut dan panjang tergerai satu-satunya hanyalah aku. Kemudian ia langsung menjawab pertanyaan kakak kelas II itu.
“Oh… dia namanya Annisa Ria Astari, kalau aku suka memanggilnya dengan Nisa. Biasanya Icha menjadi sapaan kesayangannya. Memang napa kak?” Rasa penasaran pun memasuki hati kecilnya.
“Tolong sampaikan pada Icha, salam kenal dan salam terspesialku untuknya!,” jujur Evan dengan senyumnya yang “ke-pedean”. (He…he… memang aku bisa tahu ekspresinya, aku kan tidak melihatnya sedang tersenyum waktu itu!)
“I… i… ia. Insya Allah kak. Pasti akan saya sampaikan nanti,” janjinya menyayat hatinya sendiri.
“Thank’s yah Dre… kamu memang ade kelas sekaligus rekan organisasiku yang paling baek banget…” pujian cowok bertubuh jangkung itu pada Andre.
“Iya… sama-sama kak!” ucapannya menyembunyikan hati yang terluka.
Seluruh percakapan di antara keduanya, memang tak kudengar via siaran langsung. Namun Andre sendiri yang menceritakannya seperti itu dan menyampaikan salam dari cowok berkulit sawo matang itu untukku. Tergambar jelas olehku guratan wajahnya yang sedih dan kecewa, ketika menyampaikan pesan itu padaku. Aku yang “cuek” dengan perasaannya, langsung menerima salam dari kakak Evan. Kebetulan sekali… aku naksir dan simpati dengan kepribadiannya. Sebelumnya, aku juga memilih cowok yang tingginya semampai itu sebagai Ketua OSIS, dari seluruh kandidat yang ada ketika PEMILU. Sang Ketua yang satu ini orangnya baik, bicaranya halus, sikapnya ramah, pandai bercakap di depan publik, postur tubuhnya tinggi, kulitnya sawo matang sepertiku, serta bertanggung jawab atas semua tugas-tugas dan kewajibannya. Tapi… jangan salah terka! Bukan semata-mata karena fisiknya aku bisa jatuh hati pada pandangan pertama dengannya. Namun perasaanku serasa “sreg” dan “clop banget”, ketika memandang parasnya dan berada di sisinya.
“Ia adalah seorang bidadara dari surga, yang kuanggap berkah dari Sang Pencipta untukku seorang” tuturku dalam hati.
Ku berharap dia seorang yang akan memberi sejuta kebahagiaan dan ketenangan lahir dan batin bagiku.
Wah… wah! Ternyata ada “gossip” baru yang beredar ke permukaan. Beritanya, aku diperebutkan oleh kedua cowok yang keduanya sama-sama ngetop dan naik daun di sekolah. Berita itu semakin hot, karena semua siswa dan sebagian kakak senior cewek pada naksir dan cidaha (cinta dalam hati) dengan salah SATU DARI MEREKA.
* * *
Suasana pun meredup, ketika aku memilih Evan sebagai pujaan hatiku. Aku masih ingat kata-kata cowok yang selalu berdasi dan berpenampilan rapi di sekolah itu, saat “nembak” aku.
“Cha… saya sayang banget sama kamu. Rasa ini muncul sejak aku memperhatikanmu di musholla sekolah, ketika kita sama-sama sedang mengambil air wudhu sebelum sholat dzuhur. Jadi, saat ini lah… yang kurasa tepat untuk mengungkapkan perasaan ini.” Ucapannya mendesah, setengah berbisik padaku.
“Aku telah berani ungkapin semuanya sama Icha, terserah Icha mau jawab apa! Aku siap menunggu jawabanya, entah besok…, minggu depan…, atau tahun depan sekalipun,” tambahnya dengan agak nekad dan semangat yang berapi-api.
Aku langsung terpengarah riang!!! Suasana hati menjadi berbunga-bunga setelah mendengar pernyataan itu. Hatiku pun melambung tinggi. Aku langsung naksir padanya at the first sight pada kegiatan LKS lalu. Tapi apa iya, dia rela dan sabar menunggu balasanku tahun depan? Apa nanti masih suka padaku? Paling sudah mengait atau dikait cewek-cewek lain lagi. Meskipun, aku baru kenal dekat dengannya selama dua minggu, tak kubiarkan ia menungguku walau hanya beberapa detik saja.
Kemudian kalimat dari bibir bulatku pun meluncur, “Iya…! Aku juga sayang kakak”.
Ia pun tersenyum ceria, sambil mengucapkan, “Kamu nggak pikir-pikir lagi, langsung nerima aku nih?”
“Iya, aku udah putusin sekarang!” tukasku tertunduk malu, teriring senyum termanis dariku.
Aku terperanjat kaget, ketika hubungan aku dan kak Evan tersebar ke se-antero sekolah. Kami layaknya pasangan selebritis terheboh yang sedang menjadi buah bibir para guru dan siswa. Sampai kisah Andre yang patah hati karena kutolak cintanya pun telah mampir ke daun telinga publik. Yah…, aku hanya menganggapnya sebagai “anjing menggonggong kavilla pun berlalu!”
Hingga suatu ketika, sahabat cewek sekelas denganku bertanya padaku.
“Icha yang cakep… pintar lagi! Kasih tau ke aku dong, kenapa kamu sampe pilih ka Evan? Kan… ka Evan ama Andre sama-sama cowok yang bisa bikin histeris para cewek, termasuk aku. He… he…” Mungkin ada 1001 tanya bahkan lebih berkecamuk di otaknya.
“Aku benar-benar cinta mati sama Evan, bukan hal-hal materi atau fisik loh. Buktinya Evan itu hanya cowok berkulit sawo matang dan berasal dari keluarga yang sederhana seperti keadaan keluargaku. Tapi, aku nggak bilang kalau Andre itu bukan cowok perfect. Namun banyak hal spesial yang ada pada diri Evan, tak ada pada cowok lainnya. Dia tuh punya senyum manis, tinggi, setia, punya rasa tanggung jawab, baik dan… perasaan tersanjung muncul di hatiku yang ngebuat jiwaku terasa tenang, beraroma riang, dan hati melambung tinggi bila berada di dekatnya. Ditambah satu lagi, lantunan kata dan kalimat dari bibir seksinya yang berupa fatwa, serta pengalaman dan candanya telah merasuki dan menyejukkan hatiku.” Ujarku panjang lebar, tanpa helaan napas. Hingga anganku pun menari-nari di angkasa.
“Ce… ileh, segitu berharganya dia bagi kamu! Kalau gitu selamat yah. Semoga hubungan kalian langgeng untuk selamanya!” godaan cewek yang terkenal kecantikannya di kelas itu, membuyarkan lamunanku lalu aku pun tersipu malu.
“Amin deh. thank’s atas dukungannya!” sambungku, berharap doanya benar-benar berlaku pada cintaku.
* * *
Sekarang hatiku mulai berlega ria, karena Evan (cowok yang menyejukan hatiku) dan Andre (cowok yang setia memujaku) itu masih bersahabat dekat. Padahal kedua cowok yang cool itu, tahu kalau mereka sama-sama bersaing untuk menggapai cinta suci dariku. Di tahun berikutnya, dari status anggota aku merangkak ke atas menjadi Sekretaris Inti Osis atas kepercayaan seluruh elemen sosial di sekolahku. And so amazing…! Ketua OSISku adalah Andre, dia berhasil menggantikan Evan. Seiring waktu yang terus dan selalu berganti, aku dan Evan dapat menjalani hidup penuh riang dan tawa, seperti layaknya pasangan yang sedang kasmaran. Andre pun mengalah dan mengerti dengan kekuatan cinta yang aku dan Evan sulam bersama. Di antara Aku dan Evan tetap menciptakan beberapa trik-trik yaitu, berupa kebersamaan, saling memahami, nasehat-menasehati, menerima kekurangan dan kelebihan satu sama lain, dan yang paling penting saling setia dan mempercayai.
Kesucian cinta yang kami pertahankan, membawa dampak positif bagi perkembangan prestasi kami berdua. Evan mampu mengemban tanggung jawabnya dengan sukses sebagai Ketua OSIS (hingga berstatus mantan). Sedang aku telah banyak menyabet prestasi dalam berbagai bidang, seperti lomba Olimpiade Sains, Pidato Bahasa Inggris, Debat Bahasa Inggris dan menjadi Bintang Sekolah. Trik-trik kelanggengan hubungan kami itu pun, dapat mengokohkan cinta kami, walau waktu dan tempat masih harus membatasi kedekatan kami. Iya lah… kami bukan “mukhrim” atau bukan pasangan yang boleh bersikap di luar batas kewajaran . Jadi… SABAR DULU!


Palu, 18 Juli 2007
Yuliana Sari


Sinopsis Cerita
Aku Icha, gadis cerdas dan agak pemalu di sekolah. Diam-diam aku memendam rasa “Cidaha” (cinta dalam hati) pada Andre, cowok yang digandrungi oleh para cewek di sekolah. Cowok berkulit putih yang satu kelas denganku ini, cek & recek ternyata telah lama jatuh hati padaku juga. Kami adalah dua bintang yang selalu menyinari se-antero sekolah dengan segala prestasi dan kebolehan kami.
Lalu aku bertemu dengan cowok yang tak kalah hebatnya dari Andre. Cowok yang berani menyatakan perasaan sayangnya padaku itu adalah Evan. Ia adalah Ketua Osis di sekolah kami. Aku pun terjebak pada dua pilihan cinta…
Dengan langkah mantap, aku memilih satu di antara mereka.
Siapa yang akan kupilih ?
Andre yang cerdas ataukah Evan yang penuh tanggung jawab ?
Dalam kemasan kisahku ini, terbukti hanya Allah lah yang mampu menguasai dan membolak-balikan perasaan manusia.
Ikuti kisahku selengkapnya dalam diary manisku ini…
……!
Created by mE

No comments:

Send Your Message To My EmaiL....

Your Name :
Your Email :
Subject :
Message :
Image (case-sensitive):