Aug 8, 2009

Gontor Poso, Gontor ke-12 di Indonesia


Kali ini, jauh-jauh Tim Supel mendapatkan informasi ter-update di Poso Pesisir loch! Ada sebuah tempat berguru Ilmu Islam yang bernama Pondok Modern Ittihadul Ummah Gontor Poso di daerah ini. Dari mahasiswa Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang tergabung dalam Sulawesi A (Sulut, Gorontalo, dan Palu), disambut penuh hangat di pondok luas dan teduh tersebut, meskipun cuaca kala itu cukup panas, pada Minggu (2/8) lalu.

Karena Tim Supel berada di kumpulan LDK akhwat (perempuan, red), maka Tim Supel hanya meliput keberadaan santriwati atau siswi di Gontor saja. LDK ini hendak bersilaturahmi ke pondok ini, setelah acara penutupan Temu Lembaga Dakwah Kampus (TLDK) se-Sulawesi A pada hari tersebut.

Sesuatu yang hebat dari pondok ini, menurut Abdullah Sukri selaku pendirinya, pondok ini mencetak alumni atau lulusan menjadi manusia besar di mata Gontor. Bukan sukses menjadi seorang petinggi atau pejabat, akan tetapi besar yang dimaksudkan ini adalah menjadi lulusan yang mau mengajarkan dari ilmu yang telah diperolehnya, di musholla-musholla yang kecil, dengan segala keikhlasan, dengan perjuangan yang tinggi dan masyarakat mengakui segala kehebatan tindakannya tersebut.

Para tenaga pendidik di pondok yang baru berdiri setahun lebih ini, yaitu pada tanggal 18 Juli 2008 lalu, adalah tenaga pendidik yang juga telah lulus dari pondok pesantren Gontor yang mungkin dari beberapa cabangnya yang ada di Indonesia. Rata-rata, pendidik di pondok ini adalah lulusan S1 Fakultas Ekonomi suatu perguruan tinggi, dan sebagian kecil lulusan S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dengan umur yang masih begitu muda.

Menurut ustadzah Fadilah, para santri dan santriwati wajib mengikuti segala tuntutan peran pembelajaran sebagai proses menuju kualitas yang diharapkan.
“Di Gontor tidak diklasifikasikan kelas jurusan seperti di sekolah-sekolah negeri pada umumnya, di sini kami mempelajari seluruh pelajaran secara umum. Karena waktu belajar hamper 24 jam non-stop, dapat dikatakan kami mempelajari 100% Agama Islam dan 100% Ilmu pengetahuan lainnya,” tutur Fadhilah yang baru-baru saja menyelesaikan studinya di sebuah perguruan tinggi selama 4 tahun tersebut.

Tahu tidak teman-teman, dalam keseharian para santriwati wajib berbahasa Arab dengan para ustadzah atau Ibu Guru. Setiap paginya sekitar setelah melaksanakan solat Subuh, mereka harus menghafal kosakata bahasa Arab yang sering disebut ‘mufrodat’ sebelum mandi dan kemudian masuk mengikuti mata pelajaran.

Barangsiapa santriwati yang melanggar tata bahasa Arab dalam kesehariannya, akan dihukum dengan tindakan yang dapat membuat santriwati itu merasa malu dan jera. Misalnya, ustadzah menyuruhnya menggunakan jilbab yang warnanya mencolok atau terang, sebagai tanda bahwa santriwatinya itu melakukan pelanggaran. Tentu aja yang dihukum akan merasakan malu banget! Sebab, rasa malu adalah salah satu rasa yang menandakan masih adanya keimanan seorang hambanya yang beragama Islam loch….

Ini nih hasil wawancara Tim Supel dengan empat santriwati di Pondok yang luas dan rindang ini:
“Saya sekolah di pondok ini sejak saya seumuran dengan siswa sekolah SMP. Bahasa Arab adalah mata pelajaran yang saya paling sukai, setiap subuh saya mencoba mempelajarinya kembali. Namun, saya lebih banyak memusatkan pikiran untuk memperhatikan baik-baik ustadzah yang sedang mengajar di kelas. Sebab kata ustadzah, cara paling baik untuk belajar adalah di dalam kelas,” ungkap Istiani.

Pelajaran kesukaan Istiani sama dengan yang dirasakan oleh Maya, Ia berfikir bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan atau yang ada dalam Kitab Suci al-Qur’an, sehingga Ia ingin menguasai bahasa tersebut.

Lain halnya dengan Ira, Ia lebih menyukai pelajaran Mutola’ah. Pelajaran ini serupa dengan bahasa Indonesia, yaitu mempelajari cerita-cerita seru dalam bahasa Arab.
“Orang tua saya, sangat berharap dengan masuk di pondok ini, saya mampu memperbaiki diri, bisa berbahasa Arab dan menjadikan akhlakul karimah dalam diri saya,” cetus si Ira.
Satu lagi nich, sobat kita yang satu ini suka pelajaran Nahu. Ia bernama Hijriah, yang kalau diartikan dalam bahasa Arab adalah berpindah. Mudah-mudahan aja dapat pindah atau menuju ke arah pribadi yang lebih baik, amin. Nahu merupakan mata pelajaran yang membahas persoalan tata bahasa (teori) bahasa Arab itu sendiri.

Santriwati harus bisa mengikuti seluruh jadwal yang telah ada di pondok, yaitu misalnya bangun tepat pukul 04.00 pagi, solat subuh, menghafal mufrodat, masuk kelas pukul 08.00 dan keluar kelas pukul 12.00. Pada sore hari setelah pelaksanaan solat Ashar dan Isya juga ada jadwal belajar di kelas.

Menurut Abdullah, tidak ada waktu istirahat di pondok ini, atau dengan kata lain 24 jam non-stop. Seluruh sukarelawan atau pendidiknya memiliki prinsip kokoh dari sebelum-sebelumnya, untuk berjuang dengan penuh keikhlasan dan mencari pekerjaan sebanyak-banyaknya.
Di tahun 2000, Gontor baru bisa diakui oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) atas kebijakan presiden pada saat itu. Meskipun begitu, sudah jauh-jauh hari setelah berdirinya Gontor di Indonesia, masyarakat di luar negeri telah mengakui keberadaannya, misalnya masyarakat di Mlaysia, Mesir, Singapura, Italia, dan Saudi Arabia. Pondok Instiqomah di Ngatabaru, Palu merupakan pondok alumni dari Gontor.
Sudah ada 3000 pondok pesantren alumni didikan Gontor, dengan menamatkan 20.000 lebih santri-santriwatinya.

Menurut fadhilah, Gontor Poso ini masih di bawah yayasan dan dikelola langsung oleh pihak tenaga pengajar di pondok tersebut. Ada 11 tenaga pengajar di pondok ini, dengan mengajar 200 lebih santri dan 118 santriwati. “Insya Allah sebentar lagi Gontor Poso ini akan diresmikan menjadi Gontor ke-12 di Indonesia,” pungkasnya. (Yuli)

Keamanan Poso Mensukseskan TLDK se Sulawesi A 2009

POSO- Perwakilan kader-kader aktivis dakwah dari berbagai universitas yang termasuk dalam wilayah Sulawesi A yakni Sulut, Sulteng dan Gorontalo, berhasil dipertemukan dalam Temu Lembaga Dakwah Kampus (TLDK) 2009 oleh kerjasama antara Pusat Komunikasi Daerah (Puskomda) Sulawesi A dengan Lembaga Dakwah Kampus Forum Kajian Mahasiswa Muslim Universitas Sintuwu Maroso (LDKFKM2 UNSIMAR) Poso, di Gedung Mess PGRI Poso (31/7).
TLDK tersebut berlangsung selama tiga hari-dua malam, dengan agenda padat dan cukup efektif yang telah dirancang oleh panitia. Seluruh peserta ikhwan (laki-laki) difasilitasi empat penginapan di Losmen Alugoro dan peserta akhwat-nya (perempuan) menginap langsung di penginapan puteri Gd. Mess PGRI Poso.

Pada hari pertama, acara dihadiri oleh Kepala Rektor UNSIMAR Poso, Lefrand Mango SE MSi dan Wakil Bupati Poso, Abdul Muthalib Rimi SH MH yang memberikan sambutan begitu hangat. Seorang perwakilan dari Puskomda Taslim HR Sulu bersama kedua petinggi tersebut, menjadi pembicara dalam Talk Show bertemakan “Jalin Kerjasama Eratkan Ukhuwah Menuju LDK yang Madani”. Meskipun temanya begitu meluas, diskusi tersebut lebih menitikberatkan pada masalah-masalah pembangunan LDK UNSIMAR Poso, serta melahirkan hasil-hasil pemecahannya, menurut pandangan ketiga pembicara tersebut.
Dalam sambutannya, Lefrand sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang diajukan oleh LDK di kampusnya tersebut.
“Tidak hanya anggaran LDK, lembaga-lembaga lainnya pun telah terorganisir dalam anggaran kemahasiswaan di UNSIMAR poso. Saya begitu men-support semua kegiatan kemahasiswaan, yang penting dilaksanakan dengan penuh ketertiban. Sebab keukhuwahan (kerukunan, red) bukan suatu teori belaka, namun suatu hal yang harus dipraktikan. Saya memiliki keluarga besar. Meskipun saya beragama Kristen, namun sudah terbiasa hidup rukun bersama dengan keluarga lainnya yang beragama Islam,” ungkapnya.

Menurutnya pula, perbedaan agama, suku, budaya, psikologi dan perbedaan-perbedaan lain yang dimiliki setiap manusia, telah ditakdirkan oleh Tuhan YME. Keukhuwahan tidak akan ada, tanpa adanya perbedaan-perbedaan tersebut. Namun bila ada perbedaan, perlu dibangunnya ukhuwah atau persaudaraan untuk mencapai kesamaan visi-misi bersama ke depan, di dalam membentuk LDK yang madani.

Rektor yang penuh wibawa tersebut juga mengakui bahwa, TLDK kali ini sebagai wadah promosi di hadapan para mahasiswa. Ia menjamin bahwa Poso sekarang dalam keadaan aman dan tenteram. Salah besar, bila masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa Poso masih dalam keadaan meresahkan.

Lain halnya dengan sambutan yang diutarakan oleh Muthalib, beliau sangat berharap agar setiap peserta dapat mengikuti kegiatan dengan penuh sunguh-sungguh, keakraban dan penuh kekeluargaan.
“Manfaatkan lah TLDK kali ini sebagai wadah pengembang dakwah dan silaturahmi di antara mahasiswa. Selaku mahasiswa harus memiliki semangat untuk melanjutkan tongkat estafet pembangunan bangsa. Di antaranya menjalin kerukunan, menunjukkan komunikasi-komunikasi intelektual dan menggali pengetahuan yang mendalam,” tegasnya.
Di hari yang sama pula, tiga orang ustadz menyampaikan pencerahan Islam kepada para kader LDK. Ahmad Suhardi SPdI mengungkapkan Urgensi Dakwah Kampus itu sendiri, sedangkan Jalan Cinta Para Pejuang dibawakan oleh sepasang kekasih (suami-istri, red) Moh Wahyudi ST dan Dwi Arie Juliany SSos.

Ahmad begitu hebat dengan retorika gaya dan bahasanya dalam menyampaikan polemik yang dialami umat Islam pada saat ini. Sehingga, tidak membuat para peserta menjadi bosan untuk mendengarkan setiap untaian kata-katanya.
“Dakwah memotivasi diri kita untuk berbicara dengan benar. Meskipun kita belum mampu mengamalkannya dan hanya mampu menyerukannya kepada orang lain, asalkan pada akhirnya memotivasi diri kita untuk dapat mengamalkannya pula. Sehingga perkataan akan sejalan dengan perbuatan kita,” tuturnya.

Dilanjutkan dengan keromantisan dari sepasang pembicara, dari keduanya dapat mencerminkan bahwa, betapa indahnya cinta bagi para pejuangnya. Kedua pembicara tersebut memaparkan hasil bedah buku berjudul “Jalan Cinta Para Pejuang” dan sejuta pengorbanan cinta mereka. Meskipun begitu banyak puisi-puisi cinta yang romantis, cinta yang penuh kelembutan, serta indahnya rasa penyakit “merah-jambu” ini, menurut Wahyudi dan Juliany, kita jangan sampai terlena dan diperbudak oleh nafsu cinta.

Di hari kedua, agenda ta’aruf atau perkenalan dilakukan antara para panitia dan para kader aktivis dakwah, secara satu per satu. Sehingga dapat saling mengenal di antara para kader LDK yang berjumlah 70 lebih tersebut. Hanya ada 11 LDK yang dapat hadir, dari 14 LDK yang tercatat pada arsip Puskomda, yaitu perwakilan dari Universitas Politeknik Manado, Universitas Tadulako (UNTAD) Palu, Universitas Muhammadiyah (UNISMUH) Luwuk, UNSIMAR Poso sebagai tuan rumah, Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Universitas Gorontalo (UG), dan universitas swasta yang tergabung dalam wilayah Sulawesi A.

Sedangkan dari Palu, LDK Unit Pengkajian Islam Mahasiswa (UPIM) UNTAD menjadi koordinator dari beberapa LDK yang ada pada setiap fakultas yang ada di UNTAD sendiri, serta LDK dari beberapa universitas lain, seperti LDK Jundullah dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Palu dan LDK as-Syifa dari Sekolah Tinggi Farmasi (STIFA) Palu.
Wadah terbaik yang dapat menyatukan aspirasi LDK, tidak lepas dari peranan Puskomda Sulawesi A. Puskomda (Pusat Komunikasi Daerah) merupakan pusat komunikasi antara lembaga kampus yang dibawahinya (di bawah terotorialnya), yang merupakan perpanjangan tangan dari (Pusat Komunikasi Nasional) Puskomnas dan Badan Pusat Komunikasi Nasional (BP Puskomnas).

“Ruang lingkup Puskomda yakni mendampingi LDK yang ada di wilayah teritorialnya, pertama untuk menyampaikan informasi-informasi yang didapat dari puskomnas, untuk mensinergikan dan menyatukan visi-misi, langkah-langkah LDK dan cara kerja kita, agar sama dengan yang ada di pusat” jelas Fathurrachman A Usman, yang merupakan Koordinator Bidang Kajian ke-LDK-an di Puskomda.

Puskomda juga hanya merupakan sebatas pusat komunikasi daerah saja, bukan penyedia material dan dana bagi LDK di bawah naungannya. Tiga poin penting fungsi Puskomda yaitu sebagai pusat media komunikasi, mendampingi dan melaporkan kondisi tiap-tiap LDK.
Penutupan acara dan kegiatan rihlah (rekreasi, red) menjadi agenda terakhir yang difasilitasi oleh panitia pelaksana di hari terakhir. Meskipun cukup jauhnya letak Air Terjun Kilo dari pusat Kota Poso dengan menggunakan angkutan umum, namun keindahan dan ketakjuban air terjunnya mampu melenyapkan kelelahan yang dirasakan oleh setiap peserta LDK. Kebersamaan dan kesedihan untuk saling berpisah di antara peserta pun makin terasa.

Menurut Ketua Panitia, Tuti Utami yang tercatat sebagai mahasiswi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di UNSIMAR Poso, tujuan diadakannya TLDK ini, selain menjalin kerjasama dan menguatkan ukhuwah di antara LDK, diharapkan mampu memunculkan solusi-solusi dari setiap masalah yang ada di LDK masing-masing dalam agenda Brain Storming dan simposium. Sehingga, setiap LDK akan membawa rekomendasi hasil simposium tersebut untuk di-follow up di daerah masing-masing.
“Pihak Rektorat UNSIMAR Poso merupakan pihak yang memberikan sumbangsih terbesar untuk terciptanya kegiatan TLDK tahun ini, serta adanya bantuan dari Puskomda dan instansi-instansi lainnya yang begitu berarti” tutupnya. (Yuli)

Send Your Message To My EmaiL....

Your Name :
Your Email :
Subject :
Message :
Image (case-sensitive):